Senin, 16 Januari 2012

Aku, Amplop dan Toko Buku

Siang itu, aku memutuskan membeli amplop untuk pengiriman karya di suatu majalah. Awalnya aku dan temanku mencari amplop yang berukuran besar tetapi tidak ada satu tokopun di dekat kosnya yang menjual amplop berukuran besar. Pada akhirnya aku dan temanku bergegas pergi menuju toko buku terdekat, hanya untuk mencari sebuah amplop, ya ya ya.. Mungkin niat kami lebih dari sekedar mencari amplop, ingin melepas penat karena ujian sudah berakhir dan terlalu jenuh dengan tugas yang baru saja kami selesaikan saat itu. Jarak toko buku dan kos temanku ini sebenarnya nggak seberapa jauh, tapi karena saking endelnya kita kali ya, aku dan temenku milih naik becak ke toko buku. Yah, untung- untung bisa lebih santai menikmati perjalanan. Lagian jarang- jarang juga naik becak. Kalau diingat- ingat, terakhir kali naik becak ya pas liburan ke Jogja di semester 2, itupun cuma buat puter- puter keraton doang. Hahaha.. nah sekarang udah semester 5 akhir. Kebayang juga ternyata udah lama banget.

Sampek di toko buku, aku langsung ubek- ubek bagian stationery. Alhamdulillah yah.. amplop ukuran besarnya ada. Setelah dapet barang yang aku cari, langsung aku bayar di kasir. Lalu aku menyusul temanku yang sedari tadi berdiri di depan rak- rak majalah, hmm.. kayaknya dia bingung mau beli majalah apa. Ternyata dugaanku tepat. Dari tadi dia membanding- bandingkan dua majalah yang ia bawa di tangannya. Mata sipitnya semakin terlihat segaris karena tampak bingung ketika melihat harga bandroll dua majalah yang ia bawa. Tadinya aku ingin berkomentar sesuatu padanya, tapi komentarku sejenak tertahan ketika teringat saat melihat satu majalah yang edisi nya belum aku dapatkan sampai saat ini, maklum majalah dengan edisi dua bulan yang lalu itu masih sulit didapetin biasanya kalo ganti bulan stok majalah lama ditarik lagi dan di kembalikan ke agennya, padahal aku butuh banget edisi itu buat ikutan kompetisi paper doll. Aku langsung mengajak temanku yang ternyata sudah menetapkan pilihan untuk bertanya pada petugas terdekat, kira- kira majalah yang aku maksud tadi masih ada gak ya stocknya di gudang. Kalo masih ada kan, lumayan. Di saat yang bersamaan, mata kami mulai mencari siluet yang kami kenali dengan nama petugas toko buku tapi tak ada satupun dari kami yang menemukan. Setelah itu mata kami mulai memicing saat menangkap siluet petugas toko buku di bagian alat- alat stationery yang baru saja kami tinggalkan tadi, aku dan temanku langsung bergegas menuju kearah petugas tersebut berdiri. Langkah kakiku terhenti seketika saat temanku berniat membantu untuk menanyakan pada petugas yang sejak tadi berdiri di tempat itu, apakah edisi majalah yang aku maksudkan tadi masih ada stocknya di gudang. Ternyata ada sesuatu yang mulai menggangguku, Mataku dengan sigap menangkap siluet lain yang berdiri tepat di samping petugas toko buku, orang itu sepertinya tidak asing buatku. Otakku berpikir keras, mengingat semua kejadian- kejadian dimana akhirnya aku dapat mengingatnya secara jelas dan tidak samar- samar. Aliran darahku berdesir begitu cepatnya, ketika mataku dan mata orang itu bertemu dengan pandangan kosong, kami hanya saling diam dan sepertinya mengerti dengan pertemuan mengejutkan ini. Seketika lututku lemas, wajahku pucat dan lidahku kelu untuk berucap. Sampai- sampai aku kehilangan niat untuk bertanya lebih lanjut pada petugas toko buku mengenai edisi majalah yang aku benar- benar ingin cari. Aku langsung mendekat dan berbisik pada temanku dan berkata untuk segera pergi dari sini dan membatalkan pertanyaan tadi pada petugas toko buku. Tanpa berpikir panjang, dengan langkah yang tergesa- gesa sambil menenteng tas kresek berisi amplop, aku membawa pergi majalah yang kubawa dari tadi kemudian melemparkannya kembali di rak- rak buku sedangkan temanku masih berdiri mematung di tempat petugas toko buku dan bersebelahan dengan siluet seseorang yang aku maksud tadi, dan seperti biasanya ia masih bingung dengan raut mukaku yang mendadak seperti orang gugup. Sedikit lama memang, aku menyadari bahwa temanku tidak di sampingku, kemudian dari kejauhan, aku memberi isyarat padanya untuk segera menyusulku, agar ia tidak lama- lama di tempat itu.

Tidak seharusnya aku bertemu dengan orang yang pernah membuatku selalu menangis itu disini. Disaat- saat seperti ini. Badanku panas dingin, ternyata hatiku masih belum siap jika harus bertemu lagi. Padahal beberapa bulan lalu aku sempat mengatakan pada diriku sendiri, jika suatu saat aku harus ditemukan lagi dengannya, aku akan menganggap semuanya baik- baik saja dan kejadian dimasa lalu itu sudah aku lupakan. Tapi ternyata hasil perkataan yang aku prediksikan sendiri, hasilnya nol dan jauh dari apa yang pernah aku ucapkan pada temanku itu. Bahwa sebenarnya aku masih sakit hati dengan perlakuannya setahun yang lalu. Bahkan sepertinya rasa sakit itu melebihi kelapanganku untuk memaafkan dan melupakan perlakuannya dulu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar